Selasa, 23 Agustus 2011

Kapan Hari Raya Idul Fitri 2011 M / 1432 H ?

Negara Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Idul Fitri dikenal sebagai Hari Raya Idul Fitri lebih seringnya disebut Lebaran (secara informal). Lebaran adalah hari libur nasional paling penting di Indonesia, berlangsung hingga dua minggu, dengan tanggal pastinya ditentukan sesuai dengan pengamatan posisi bulan. Untuk Hari Raya Idul Fitri biasanya hari libur resmi selama 2 atau 3 hari, 2-3 hari lagi hari libur yang diberikan perusahaan, dan sekitar 5 hari cuti bersama.

Petugas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu, akan melakukan pengamatan bulan atau rukyat di kawasan wisata Tapak Paderi untuk menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah.

"Kami akan melakukan pengamatan posisi bulan atau rukyat di kawasan wisata Tapak Paderi pada 29 Agustus 2011 untuk menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bengkulu Taufiqurrahman di Bengkulu, Selasa (23/8).

Ia mengatakan, kawasan wisata Tapak Paderi dipilih sebagai lokasi pengamatan bulan karena lokasi itu memiliki ketinggian di atas tujuh meter dari permukaan laut sehingga bisa memandang ke arah matahari terbenam.

"Pengamatan bulan akan dilakukan mulai 17.30 WIB hingga 18.30 WIB dengan menggunakan dua unit teropong khusus. Sekitar 30 tokoh agama Islam akan diundang untuk mengamati bulan sebagai dasar penetapan 1 Syawal 1432 Hijriah," katanya.

Bagi undangan yang berhasil melihat bulan maka yang bersangkutan akan diambil sumpah oleh Ketua Pengadilan Agama Provinsi Bengkulu dan kemudian dilaporkan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia di Jakarta sebagai dasar penetapan 1 Syawal 1432 Hijriah.

Terkait keputusan Muhammadiyah yang menetapkan hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah pada 30 Agustus 2011 menurutnya patut dihormati dan tidak perlu diperdebatkan.

Dalam Islam, ada dua cara menentukan 1 Syawal yakni dengan hisab atau perhitungan jalannya bulan serta dengan rukyat yang berdasarkan pengamatan hilal secara langsung.

"Kemungkinan terjadinya perbedaan sangat besar tapi kami tetap pada keputusan pemerintah dan setiap Kanwil memang diperintahkan untuk melihat bulan atau rukyat," katanya.

Kemungkinan masyarakat Desa Jelobo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten juga mengalami perbedaan dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri. Hal ini terjadi karena ada masyarakat dari organisasi Muhammadiyah dan ada juga sebagian kecil dari NU.

Pengurus Muhammadiyah memang sudah memutuskan untuk melaksanakan Sholat Idul Fitri pada Hari Selasa, 30 Agustus 2011 mendatang. Namun dari ormas lain belum memutuskan kapan jatuhnya 1 Syawal 1432 H karena menggunakan Hilal Global dan lokal. Jika saat melakukan Hilal global pada tanggal 29 Agustus 2011 dan diputuskan sudah terlihat, maka 1 Syawal jatuh pada hari selasa, 30 Agustus 2011 (sama dengan muhammadiyah). Namun jika pada tanggal 29 Agustus 2011 belum terlihat, maka puasa akan digenapkan 30 hari dan 1 syawal jatuh pada Hari rabu, 31 Agustus 2011.

Forum Komunikasi Antar Masjid (FORKAM) se-Jelobo memberikan amanah kepada Masjid At-Taqwa Candirejo, Jelobo, Wonosari, Klaten sebagai Panitia Sholat Idul Fitri 1432 H karena memang tahun ini adalah gilirannya. Sehubungan dengan kemungkinan akan adanya perbedaan penentuan 1 Syawal 1432 H maka panitia Hari Raya Sholat Idul Fitri 1432 H Desa Jelobo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten menyiapkan tempat dan perlengkapan Sholat Id pada hari selasa dan rabu (30-31 Agustus 2011).

Panitia menyiapkan 3 Imam dan Khotib sebagai antisipasi jika ada perbedaan 1 syawal 1432 H, Untuk Imam dan Khotib yang sudah pasti hari selasa direncanakan Bapak Badarudin, Bc.Hk. Kemudian Imam dan Khotib hari rabu juga akan disiapkan.

Demikian sedikit informasi tentang kapan waktu Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Semoga bermanfaat.

I'tikaf

Berikut ini adalah kajian seputar i’tikaf. Kajian ini meliputi definisi i’tikaf, dalil-dalilnya, kedudukan hukumnya, waktu memulai dan mengakhiri i’tikaf, hal-hal yang disunnahkan pada saat i’tikaf, serta hal-hal yang dibolehkan pada saat i’tikaf.

MA’NAHU (Definisinya):

1. Secara bahasa (LUGHATAN): I’tikaf berasal dari kata ‘AKAFA-YA’KIFU-‘UKUFAN (tetap pada sesuatu).

2. Secara syari’at (SYAR’AN): I’tikaf yaitu menetap di masjid & tinggal di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada ALLAH SWT (LUZUUMUL MASJID WAL IQAAMATU FIIHI BINIYYATIT TAQARRUBI ILALLAAHI ‘AZZA WA JALLA)

MASYRU’IYYATUHU (Dalil disyariatkannya):

1. Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2 ayat 187: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

2. As-Sunnah: Dari Aisyah ra: “Adalah nabi SAW melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan ALLAH SWT, lalu hal tersebut dilanjutkan oleh para istri beliau SAW setelah wafatnya.” (HR Bukhari, Fathul Bari’, Kitab I’tikaf, bab I’tikaf pada 10 hari terakhir & i’tikaf di masjid-masjid, hadits no. 2026)

3. Ijma’: Telah sepakat seluruh ummat atas disyariatkannya i’tikaf (AJMA’ATIL UMMATU ‘ALA MASYRU’IYYATIL I’TIKAF).

HUKMUHU (Kedudukan Hukumnya) :

1. WAJIB: Jika merupakan NADZAR, baik nadzar tersebut MUTHLAQ (tanpa syarat) maupun MASYRUTH (dengan syarat, misalnya jika saya dimudahkan urusan maka saya niat i’tikaf), berdasarkan hadits Ibnu Umar ra: “Umar bernadzar akan i‘tikaf pada zaman jahiliyyah di masjidil Haram. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya: Penuhilah nadzarmu!” (HR Bukhari, Fathul Bari’, Kitab I’tikaf, bab Apabila seorang bernadzar untuk i’tikaf di masa Jahiliyyah lalu ia masuk Islam, hadits no. 2043)

2. SUNNAH: Pada 10 hari di akhir Ramadhan (berdasarkan hadits Aisyah no. 2026 di atas) & di bulan-bulan lainnya selain Ramadhan (berdasarkan hadits Amrah binti AbduRRAHMAN dari Aisyah ra, Fathul Bari’, Kitab I’tikaf, bab I’tikaf di bulan Syawwal, hadits no. 2041)

ZAMANUHU (Waktu memulai & mengakhirinya):

1. Untuk yang wajib karena nadzar, maka waktunya sesuai dengan yang dinadzarkan (lihat hadits Ibnu Umar no. 2043 di atas)

2. Untuk yang sunnah di bulan Ramadhan, maka masuk masjid saat shalat Shubuh pada hari ke-20 bulan Ramadhan (berdasarkan hadits Amrah binti AbduRRAHMAN, hadits no. 2041 di atas) dan keluar saat akan shalat Ied (berdasarkan semua hadits-hadits tentang jumlah hari i’tikaf di atas).

ARKANUHU (Rukun-rukun I’tikaf):

1. An-Niyyah (niat), berdasarkan firman ALLAH SWT QS Al-Bayyinah, 98:5 dan hadits Umar ra : Innamal a’malu bin niyyat.

2. Makanuhu (tempat i’tikaf): Di masjid (berdasarkan firman ALLAH SWT QS Al-Baqarah, 2:187), Imam Syafi’i lebih menyukai di mesjid jami’ & Imam Malik mensyaratkan harus di majid jami’, karena i’tikaf akan terputus jika orang tersebut keluar untuk shalat Jumat ke mesjid yang lain.

MAA YUSANNU LIL MU’TAKIF (Apa-apa yang disunnahkan pada orang yang i’tikaf):

1. Puasa (berdasarkan hadits-hadits di atas), pada selain bulan Ramadhan dibolehkan i’tikaf tanpa berpuasa (berdasarkan hadits Umar no. 2043 di atas)

2. Shalat malam baik berjama’ah maupun sendiri-sendiri (berdasarkan hadits Abu Hurairah, Fathul Bari, Kitab Shalat Tarawih, bab Keutamaan org yang melakukan Qiyam Ramadhan, hadits no. 2009)

3. Menanti lailatul qadar (berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudri, Fathul Bari, Kitab I’tikaf, bab I’tikaf pada 10 yang akhir & i’tikaf di mesjid-masjid, hadits no. 2027)

4. Membaca al-Qur’an, berdasarkan firman ALLAH SWT pada surat Al-Baqarah (2) ayat 185 : “…bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

5. Berdzikir, membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil, shalawat, istighfar (berdasarkan firman ALLAH SWT QS Al-Ahzab, 33:41 dan hadits Aisyah ra, Fathul Bari, Kitab )

6. Berdoa, berdasarkan Firman ALLAH SWT surat Al-Baqarah (2) ayat 186: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

MAA YUBAAHU LAHU (Apa-apa yang dibolehkan bagi yang i’tikaf):

1. Perbuatan-perbuatan yang mubah seperti mandi, berminyak wangi, mencukur rambut, berhias, disisir rambut oleh istri, mencuci rambut/keramas (Fathul Bari, Kitab I’tikaf, bab wanita haid menyisir rambut org yang i’tikaf, hadits no.)

2. Boleh bercakap-cakap dengan orang lain, berduaan dengan istri, ataupun karena ada keperluan keluar ke pintu mesjid atau kerumahnya, kemudian kembali lagi (berdasarkan hadits Shafiyyah ra, Fathul Bari, Kitab I’tikaf, bab Apakah orang yang i’tikaf boleh keluar untuk keperluannya ke pintu masjid, Hadits no. 2035 & no. 2038)

3. Wanita yang sedang istihadhah (mengeluarkan darah bukan karena haid) boleh ikut i’tikaf (berdasarkan hadits Aisyah ra, Fathul Bari’, Kitab i’tikaf, bab i’tikaf bagi wanita yang Mustahadhah, hadits no. 2037)

4. Orang yang i’tikaf boleh membatalkan i’tikafnya karena sesuatu hal yang penting (Fathul Bari’, Kitab i’tikaf, Bab Orang yang i’tikaf lalu tampak baginya keinginan untk keluar dr i’tikaf, hadits no. 2045)

5. Orang yang i’tikaf boleh membawa barang-barang yang diperlukan, seperti alas tidur ke dalam mesjid (Fathul Bari’, Kitab i’tikaf, Bab Orang yang keluar dari i’tikafnya di waktu shubuh, hadits no. 2040)

ALLAHu a’lam bish Shawab…

Semoga bermanfaat. Aamiin...